Wednesday, January 13, 2010

Kasus Mutilasi BABE: Fenomena Anak Jalanan


Minggu lalu kita semua digemparkan oleh berita terbunuhnya seorang anak jalanan yang bernama Ardiansyah (9) dengan cara mutilasi oleh Baekuni alias Babe (49). Tubuh anak pengamen jalanan itu dipotong-potong menjadi 5 bagian dan dibuang di dua lokasi berbeda.

Polisi telah berhasil menangkap Babe di kediamannya Sabtu pekan lalu. Dari pemeriksaan polisi, Babe mengaku mensodomi korban setelah dibunuh, baru setelah itu dimutilasi. Selain Ardiansyah, dia juga melakukan hal yang sama terhadap dua anak jalanan lainnya yaitu Adi dan Arif. Pembunuhan pada dua anak tersebut dilakukan pada 2007 dan 2008 (Tempo interaktif, Selasa ,12 Januari 2010). Dan ternyata tidak hanya 3, bahkan berkembang menjadi 8 orang pada pengakuannya yang terakhir yang saya dengar beritanya di TV One Senin, 18 Januari 2010.



Sunday, January 10, 2010

'Hangout' with family at Gramedia Matraman



Setelah kemaren sabtu my little girl Icha seharian dirumah karena saya mengikuti acara reuni dengan teman-teman smadabaya 84 di fx Sudirman Jakarta, hari ini icha merengek minta hangout sekeluarga ke mall yang sama. My hubby terlihat keberatan karena kita keluar rumah jam 3 sore, dimana biasanya sejak dari dulu ada komitmen kalau hari minggu (diluar libur sekolah/cuti kerja) sebelum magrib kita sudah harus berada dirumah . Maksudnya untuk istirahat supaya besok senin bisa bersekolah atau bekerja dengan kondisi badan yang fit. Akhirnya Icha mengusulkan ke toko buku Gramedia Matraman saja. My hubby setuju dengan mengarahkan mobil ke arah matraman.

Sesampainya disana, kita cukup sulit untuk mendapatkan parkir mobil karena tampak penuh dan ramai pengunjung. Sejak dijalan sudah berjajar rapi parkir mobil pengunjung toko buku Gramedia. Meski memakan waktu, akhirnya kami mendapatkan tempat parkir didalam gedung parkir yang cukup strategis. Setelah kami memasuki gedung, ternyata keadaanya jauh lebih ramai dari yang saya duga. Kemungkinan pengunjung tidak hanya memakai mobil atau motor saja, tetapi banyak juga yang memakai kendaraan umum karena letak toko buku Gramedia matraman di jalan utama yang mudah dicapai dengan berbagai kendaraan umum termasuk busway. Tapi saya tidak hendak membahas mengenai gedungnya, akan tetapi mengenai minat baca masyarakat dari tahu ke tahun berdasar pengamatan saya di toko buku Gramedia matraman.

Sebagai informasi saya sendiri sudah rutin mengunjungi tempat ini sejak berdiri Oktober 1986. Waktu itu saya masih mahasiswa, karena bertempat tinggal di jalan Cikini Raya Jakarta yang dekat matraman, maka saya sering mengunjungi toko buku ini. Kebetulan sedari kecil saya mempunyai hobby membaca (apa saja), sehingga berbagai buku yang saya beli di tempat ini seperti buku kuliah, fiksi, buku novel, buku memasak/menjahit/ketrampilan. Pada waktu akan menikah saya juga banyak membeli buku nasehat perkawinan, agama dan lain-lain. Setelah menikah dan akhirnya hamil, maka saya banyak membeli buku-buku mengenai kehamilan, persalinan dan merawat anak/bayi. Dan sejak kelahiran anak pertama, saya juga sering mengajak kesana untuk membiasakan dengan buku. Jadi saya membeli buku bacaan untuk bayi/balita, demikian seterusnya dengan kelahiran kedua adiknya. Ya, tanpa saya sadari ternyata setiap tahap kehidupan saya memang tidak terlepas dari membaca buku karena entah kenapa saya merasa selalu kurang kalau tidak mempunyai referensi bacaan terhadap berbagai hal yang saya alami/jalani dalam kehidupan ini. Dan mayoritas buku-buku yang saya, my hubby dan anak-anak dibeli di toko buku Gramedia matraman ini.

Jadi setelah mengamati padatnya pengunjung yang terdiri dari keluarga keluarga pada sore hari itu, saya merasa surprise dan takjub juga. Mengapa tidak, Toko Buku Gramedia saat ini sangat luas karena telah mengalami renovasi menyeluruh sehingga total luas gedung sebesar 7031,5 m2. Memiliki 5 lantai dengan 4 lantai sebagai area jual dengan luas area jual sebesar 6.814 m2 bisa begitu penuh pengunjung. Jadi saat ini kalau weekend, pengunjung bisa sama sesaknya dengan mall atau shopping centre. Dari pengamatan saya selama ini, sejak mula dibuka dengan kondisi gedung dua lantai, toko buku ini sudah ramai dikunjungi orang. Sejalan dengan adanya perluasan dan berbagai tahap renovasi, pengunjung yang datang semakin ramai dan ramai.

Kalau kita sering prihatin dengan minat baca orang Indonesia, maka hal itu tidak akan berlaku jika kita berkunjung ke toko buku ini. Tua-muda, laki-laki-perempuan, pelajar-orang kantoran semuanya tampak sibuk memilih buku. Bahkan di pojok -pojok atau pinggiran dekat kaca banyak orang duduk di lantai sambil asyik membaca sebelum membeli buku yang diinginkan, termasuk saya sekeluarga. Maklum memang bangku hanya disediakan minim sekali, sehingga saya sekeluarga jika mau memilih buku dari sekian banyak yang menarik, harus rela duduk bersimpuh di lantai . Keinginannya sih semua buku yang ada dibeli tapi itu kan tidak mungkin ya...(hehe). Tapi karena bukunya lengkap dan tempatnya luas serta nyaman, hal itu tidak menjadi masalah karena banyak sekali orang yang berbuat sama.

Saya teringat setelah peresmian oleh Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhyono akhir Desember 2007, dimana toko buku Gramedia matraman mengadakan diskon besar-besaran 30% untuk semua buku. Wah, pengunjung sampai membludak dan membuat jalan macet saking banyaknya mobil pengunjung yng parkir di jalan. Akibatnya mayoritas buku-buku habis terjual sebelum masa diskon 4 hari itu selesai. Wah, saya sekeluarga sempat menyesal sekali waktu itu. Karena kondisi keuangan kurang baik, maka kami baru bisa mampir pada hari ketiga. Apa daya, semua buku-buku yang diinginkan telah lenyap (karena buku favorit). Namun dalam beberapa tahun ini, toko buku Gramedia matraman selalu mengadakan diskon tahunan, meski hanya sebesar 20%. Tapi itu sudah menjadi daya tarik bagi pengunjung untuk segera bergegas ke toko buku ini.

Saya akui saya sekeluarga seringkali memborong buku disini sehingga menurut my hubby kadangkala agak berlebihan. Akan tetapi saya pribadi berprinsip bahwa lebih baik royal membeli buku daripada barang yang lain, karena sebanyak apapun buku tetap menjadi sumber ilmu yang tidak habis-habisnya. Dan akan menjadi bekal abadi untuk kehidupan keluarga saya dan anak-anak didunia dan akhirat. Nah, hari inipun kejadian berulang, meski dari rumah kelihatannya hanya Icha yang akan membeli buku (itupun hanya satu) ternyata...dia membeli 2 buah, kakaknya Ari 3 buah dan saya...3 buah juga. Ingin tahu berapa rupiah uang yang harus saya keluarkan? Karena tidak tega, saya tidak menunjukkan ke my hubby....karena jumlahnya mencapai seperempat juta rupiah...wow! Tapi sekali lagi...saya tidak mau dan takkan pernah menyesali itu friends...coz book is my life, ok?



Friday, January 8, 2010

Wanita Usia 45 tahun dan Obesitas


Kemarin saya ke dokter gizi di Rumah Sakit Omni Pulomas, Jakarta Timur. Sakit? Tidak, tapi saya ingin berkonsultasi mengenai kondisi berat badan saya yang sejak awal tahun 2006 cenderung naik. Sebelumnya dengan tinggi badan 157 cm, berat badan saya biasanya berkisar 57 kg dan itu terasa cukup ideal bagi saya yang sudah melahirkan sebanyak 3 kali. Sebelum menikah berat badan saya 47 kg dan setelah melahirkan anak pertama berat badan saya bertambah 5 kg menjadi 52 kg yang mana berat itu bertahan meski sempat naik waktu melahirkan anak ke 2. Baru setelah melahirkan anak ke 3 (1996) dimana saya memasuki usia 30 tahunan, maka berat badan saya menjadi 57 kg. Bobot ideal bagi saya tersebut ternyata bisa bertahan cukup lama, yaitu hampir 10 tahun.

Namun memasuki usia 40 tahun disaat saya menunaikan ibadah haji (2006) selama hampir 1 bulan, pulang dari Mekkah berat badan saya bertambah 5 kg menjadi 62 kg. Tapi karena banyaknya kesibukan kerja yang ada, berat badan saya bisa turun dengan sendirinya menjadi 60 kg dan itu bertahan selama setahun ke depan. Tapi tahun 2007, karena saat itu saya harus banyak dirumah mengawasi anak-anak belajar dan membatasi kegiatan di luar, tanpa terasa berat badan saya naik dan naik terus sampai mencapai 65 kg pada waktu saya memeriksakan diri ke dokter gizi kamis kemarin (2010).

Pada mulanya saya tidak berminat untuk pergi ke dokter gizi karena bagi saya wajar pada usia ini berat badan bertambah. Sejujurnya saya juga malas untuk itu karena terasa merepotkan dan menyita waktu, apalagi my hubby tidak complain (hehe). Akan tetapi pola pikir saya berubah setelah beberapa hari yang lalu saya membaca artikel mengenai obesitas di google. Disana tertulis bahwa prevalensi obesitas tertinggi terjadi pada kelompok wanita berumur 45 tahun ke atas (9,2%). Saat ini, diperkirakan lebih dari 6 juta wanita dewasa Indonesia menderita obesitas. Dan saat ini obesitas yang merupakan salah satu faktor pendorong utama risiko penyakit jantung dan stroke.

Perlu juga diketahui bahwa mulai usia 45 tahun wanita memasuki masa pre-menopouse. Pre-menopause adalah suatu kondisi fisiologis pada wanita yang telah memasuki proses penuaan (aging), yang ditandai dengan menurunnya kadar hormonal estrogen ovarium yang sangat berperan dalam hal reproduksi dan seksualitas. Nanti pada usia 50 tahun, wanita akan masuk ke masa menopause yang mana pada masa ini wanita memiliki konsekuensi kesehatan yang serius.

Masalah utama kesehataan pada masa menopause adalah penyakit jantung dan stroke. Pada tahun 2000, penyakit jantung menduduki urutan pertama penyebab kematian wanita di Amerika Serikat (366.000 kasus). Tempat kedua diduduki oleh stroke (103.000 kasus). Kebanyakan kasus tersebut terjadi pada usia menopause. Angka ini jauh di atas angka kematian yang disebabkan oleh kanker payudara yang hanya 42.000 kasus. Jadi,kedua alasan yang berujung pada masalah kesehatan itulah yang mendorong saya berbegas memeriksakan diri ke dokter gizi.

Terdapat dua golongan besar faktor risiko penyakit jantung dan stroke, yaitu faktor yang tidak dapat diubah dan yang dapat diubah. Faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi usia, riwayat keluarga, jenis kelamin, dan ras. Sedangkan faktor risiko yang dapat diubah adalah rokok, kadar kolesterol dan lemak darah, tekanan darah, aktivitas fisik, obesitas, dan diabetes melitus. Jadi, meski kita tidak bisa mencegah beberapa resiko yang memang tidak bisa diubah seperti bertambahnya usia dan lain lain, maka tentunya obesitas adalah salah satu faktor yang kita bisa ubah.

Berdasarkan pengalaman sendiri, sering saya bertanya-tanya dalam hati mengapa pada usia sebelum 40 tahun berat badan kita bisa tetap stabil, meski dulu tidak/jarang berolah-raga. Tapi setelah memasuki usia 40 tahun kenapa terjadi hal yang berbeda. Femina-online menuliskan, bahwa di rentang usia ini, wanita sudah mulai kehilangan massa otot dibanding masa-masa sebelumnya. Hilangnya massa otot itu kemudian akan tergantikan oleh massa lemak. Tak heran bila berat badan pun meningkat. Selain itu, upaya menurunkan berat badan di usia ini jauh lebih sulit dibandingkan sebelumnya. Misalnya, jika di umur 20-an atau 30-an kita bisa membakar 1.000 kalori hanya dengan berlari selama setengah jam, hal yang sama tidak bisa lagi terjadi di saat usia kita sudah mencapai 40 tahunan. Hal ini berkaitan dengan Basal Metabolic Rate (BMR) atau kebutuhan energi basal seseorang. “Makin tua usia seseorang, maka BMR-nya juga akan makin rendah,” ujar dr. Fiastuti. Dengan kata lain, makin tua seseorang maka kemampuan tubuhnya bermetabolisme untuk menghasilkan energi juga akan makin rendah. Ini berkaitan dengan massa otot (sebagai bahan bakar metabolisme), yang makin berkurang seiring dengan meningkatnya usia.

Nah, apabila bobot badan kita jauh di atas normal, terutama jika timbunan lemak berada di sekitar pinggang (apple-shape), nanti akan meningkatkan masalah kesehatan, yaitu tekanan darah tinggi, kadar kolesterol darah yang tinggi, diabetes, dan penyakit kardiovaskular. Wanita yang menderita diabetes berisiko terkena serangan jantung 3-7 kali lebih tinggi daripada risiko pada wanita sebayanya yang tidak menderita diabetes.

Saat ini UHH wanita Indonesia adalah 67 tahun. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan UHH orang Indonesia adalah 75 tahun pada tahun 2025. Hal ini berarti wanita memiliki kesempatan untuk hidup rata-rata 25 tahun lagi sejak awal masa menopause. Tentunya kita menginginkan masa yang panjang ini bisa kita nikmati dengan penuh kesehatan dan kebahagiaan bersama hubby dan anak cucu.

Setelah saya berkonsultasi dengan dokter ahli gizi tersebut, beliau menyarankan 2 cara utama untuk saya dan kita semua wanita di atas 45 tahun terhindar/mengurangi obesitas, yaitu:
  1. Perbaikan diet : Diet yang rendah kalori dan tinggi serat perlu diupayakan. Caranya membatasi konsumsi daging, ikan atau unggas maksimal 150 gram per hari.Meningkatkan asupan makana tinggi serat, antara lain roti/sereal tinggi serat, sayuran serta buah-buahan.

  2. Berolahraga secara teratur : Mulailah berolahraga dengan teratur, minimum 3 kali seminggu, dan paling sedikit 20 menit lamanya setiap kali anda berolahraga. Selanjutnya biasakan berolahraga setiap hari, jalan 30 menit tiap hari akan membakar 150 kalori, dan dapat menurunkan berat badan hingga 6-7 kilogram dalam setahun.
Nah, kiranya uraian saya bisa menimbulkan semangat untuk mengurangi obesitas kita sendiri...dan tidakkah kita ingin secantik Catherine Zeta Jones? :-)

Wednesday, January 6, 2010

Parenting: Kualitas vs Kuantitas

Beberapa hari yang lalu saya membaca status sahabat saya Baswardono di FB mengenai pengasuhan anak oleh orang tua. Bunyinya begini,

''Yang penting kualitas pertemuan, bukan kuantitasnya," begitu elak orangtua. Tapi ingat, anak-anak dan remaja, 'menerjemahkan' CINTA anda dengan WAKTU!!!

Ini adalah masalah yang sangat klasik dan selalu jadi bahan perdebatan dari waktu ke waktu. Saat ini banyak pasangan muda berpendidikan tinggi mempunyai kebutuhan materi yang beragam sesuai dengan tuntutan lingkungan. Mereka merasa bahwa kesemuanya itu baru bisa dicapai dengan bekerja diluar rumah seharian. Mereka mengatakan bahwa mereka mengedepankan kualitas dalam memenuhi kebutuhan anak akan waktu dengan orangtuanya. Mereka berargumen bahwa kualitas lebih penting daripada kuantitas dalam pengasuhan anak.

Dari Senin sampai Jumat, anak mereka serahkan sepenuhnya kepada pengasuh/pembantu. Hal ini dilakukan karena pada hari kerja Senin sampai Jumat, mereka berangkat pagi-pagi sekali pada waktu anak-anak masih tidur dan pulang larut malam setelah anak-anak tidur. Biasanya pada siang hari mereka menelpon anak-anak mereka untuk menanyakan PR, makan/minum susu dan apakah anak mereka sudah mandi/belum. Nanti pada hari Sabtu dan Minggu saja mereka memberikan perhatian dan pengasuhan penuh kepada anak-anaknya. Kesimpulan mereka apabila sudah melakukan pengasuhan di hari Sabtu dan Minggu dengan kualitas yang bagus , kesemuanya itu dapat menggantikan ketiadaan waktu mereka bersama anak-anak pada hari Senin sampai Jumat tadi.

Benarkah demikian? Saya tidak hendak berdebat mengenai apakah kesimpulan itu benar atau salah tapi saya mencoba mengemukakan beberapa hal/pendapat orang-orang yang telah/sedang menjadi orangtua yang ada di FB tadi. Jika kita perhatikan apa yang ditulis Baswardono di statusnya bahwa 'anak-anak dan remaja menerjemahkan cinta dengan waktu' kesimpulannya akan berbeda. Menurutnya disini anak-anak dan remaja mengartikan/mengaitkan cinta dengan waktu, yaitu mereka mengasosiasikan kesediaan kita orangtua menyediakan waktu (untuk mereka) sebagai bukti kecintaan kita (terhadap mereka). Jika kita sangat mencintai mereka(kualitas) tentunya kita akan menyediakan waktu yang cukup (kuantitas) untuk mereka.

Selanjutnya ada 3 komentar yang saya anggap menarik yang bisa saya kutip disini sebagai bahan perenungan, yaitu :

Anakku di saat saya di rumah, libur kerja, maunya lengket terus sama saya. Manjaaa bgt. Pdhl kata org di rumah (kebetulan tinggal dg mertua), bilang kalau saya tidak di rumah dy mandiri sekali, gak manja dan rewel. Ternyata anak2 memang sangat ingin memanfaatkan waktu dimana ortunya ada di dekatnya agar terus di dekatnya selama mungkin.

Anak memang sangat memerlukan waktu kebersamaan dengan orangtuanya terutama ibunya. Dan waktu yang seharusnya mereka dapatkan adalah waktu yang berkualitas. Sampai usia tertentu (ini unik untuk setiap anak), kualitas waktu ini sangat ditentukan oleh kuantitasnya. Namun untuk anak balita, kuantitas hukumnya wajib, karena kualitasnya memang ditentukan juga oleh kuantitas. Karena tidak ada cerita balita cukup bersama ibunya selama satu jam sehari semalam. Mengapa?

You can not turn back time.

Ya, karena kita tidak pernah akan tahu golden moment seorang anak kapan akan terjadi. Seorang anak tidak tumbuh dan berkembang pada hari Sabtu dan Minggu saja, tapi juga di hari-hari kerja lainnya. Seorang Ibu jadi kehilangan kesempatan untuk mengamati momen-momen berharga dalam tumbuh kembang anak-anaknya, terutama saat mereka masih batita. Biasanya sudah tidak menjadi satu surprise/istimewa lagi karena tahunya belakangan setelah diceritakan si pengasuh/pembantu. Atau jika anak-anak membutuhkan jawaban dari sebuah pertanyaan sementara pembantu atau pengasuh tidak sanggup menjawab, maka lewatlah kesempatan anak itu untuk berkembang otaknya. Sudah menjadi rahasia umum kalau saat ini sangat sulit mencari pengasuh/pembantu yang berkualitas. Adapun tentu kita harus membayar sangat mahal yang menguras kantong kita. Bahkan dari penuturan seorang ibu yang sempat begitu sedih dan merasa amat kecolongan sewaktu tahu anaknya pernah dicubit pengasuhnya dan peristiwa tersebut baru terungkap dua hari kemudian. Ya, mungkin saat itu anak lupa bercerita, tapi yang pasti kejadian itu cukup menyedihkan bagi ibu tersebut karena dia sendiri tidak pernah melakukan.

Setuju mas, aku inget betul, dulu...meski aku sdh SMA, ketika sampai dirumah pulang sklh inginnya selalu ada ibu di rumah. Meski semua sdh tersedia, makanan dan lain2, aku tetep ingin sll ada ibu d rmh.

Jadi, bukan hanya anak balita tetapi juga seorang anak sma (remaja) juga memerlukan keberadaan ibu/orangtuanya dirumah saat dia pulang sekolah. Mereka memerlukan orangtuanya tidak hanya fisik sebagai hal yang menyejukkan hatinya, tetapi juga adanya kesempatan untuk bisa berbicara dari hati ke hati khususnya dengan ibu. Untuk itu, sudah pernahkah kita ibu/orangtua menyediakan waktu untuk berbicara secara jujur dan terbuka dengan anak remaja kita sendiri sehingga mengerti benar apa yang ada di dalam pikiran dan perasaan, serta kerinduan hatinya?

Keengganan orangtua untuk berkomunikasi dengan anak remaja terkait mitos yang dipegang bahwa anak kelak juga akan mendapat pengertian sendiri sesuai dengan tingkat kedewasaan umurnya. Selain itu anak remaja sudah banyak belajar di sekolah, dan kebutuhan mereka juga tercukupi dari hasil kerja orang tua, sehingga menurut mereka tidak lagi membutuhkan perhatian seperti saat mereka kecil. Ya, memang perlakuan antara balita dan anak remaja pasti berbeda, namun perhatian tetaplah penting karena anak-anak remaja butuh pendampingan dalam menghadapi setiap permasalahan yang dihadapinya. Mereka butuh ilmu tambahan dari para orang tua, di luar pelajaran yang diterima di kelasnya. Misalnya, pendidikan budi pekerti, belajar bersosialisasi dengan lingkungan di sekitarnya, belajar memecahkan permasalahan melalui sharing dengan orang-orang terdekatnya, dan masih banyak hal lainnya, yang tidak mereka dapatkan di sekolah. Kurangnya komunikasi antara anak dan orang tuanya juga sering menimbulkan percikan konflik yang berawal dari kesalahpahaman. Jika sudah demikian, biasanya anak akan mencari sandaran pada teman-teman yang dianggapnya bisa menjadi curahan hati, atau pun senasib dengannya. Minimnya pengetahuan anak bagaimana membangun interaksi sosial yang baik sering membuat anak terjerumus dalam pergaulan yang salah.

Jadi, uraian panjang di atas hendaknya dipakai sebagai bahan renungan kita semua, apakah penting kita memperdebatkan kualitas vs kuantitas sementara yang dibutuhkan anak-anak kita adalah cinta, perhatian dan kasih sayang yang tulus dari ibu/orangtua yang kesemuanya itu didapat dari adanya kuantitas (seringnya) bertemu sehingga akhirnya didapat kualitas (cinta kasih) yang dalam diantara ibu/orangtua dan anak-anaknya. Anak adalah titipan Allah SWT yang sangat berharga, yang harus kita jaga dan asuh sepenuh hati kita hingga menjadi manusia yang taqwa dan di ridhai Allah SWT.

Monday, January 4, 2010

My Youngest Daughter's 2010 Resolution



Semenjak pulang sekolah hari pertama semester genap 2009-2010, anak perempuan bungsu saya Icha tampak sibuk mengerjakan sesuatu di kamarnya. Saya tidak tahu persis apa yang dibuatnya, tapi menjelang maghrib tiba, dia meminta saya memasuki kamarnya dan melihat ke satu dinding kamarnya yang telah ditempel dengan sesuatu yang anda lihat pada foto di atas.

Saturday, January 2, 2010

Icha's profile shooting (1)






Ini adalah foto-foto profile Rifol Family dari shooting Icha di Bandung selama Desember 2009. Good job, my dear!

Friday, January 1, 2010

Positive Thinking part 1 (Resolution 2010)



Jika kita menanyakan kepada semua manusia yang hidup didunia ini apa tujuan hidupnya, jawabnya pasti akan seragam yaitu KEBAHAGIAAN. Coba perhatikan dalam bahasa Inggris saat kita memberi selamat kepada seseorang dalam menempuh satu tahap kehidupan atau moment penting, maka kata pertama adalah happy yang artinya bahagia. Misalnya berulang tahun happy birthday dan kalau menikah happy wedding day, demikian seterusnya. Hal ini menyiratkan bahwa kebahagiaan adalah suatu hal yg penting dan dicari setiap saat oleh setiap manusia.

Tapi, mengapa saat ini banyak sekali orang yang merasa sulit mencari kebahagiaan itu dan merasa hidupnya tidak bahagia? Itu karena hidup kita sehari-hari ini tidaklah selalu mulus dengan adanya berbagai cobaan dan rintangan. Kebanyakan manusia menghadapi hal tersebut dengan cara negatif, seperti murung, putus asa, menangis berlebihan bahkan sering menyalahkan Tuhan dan diri sendiri. Perasaan kita dipengaruhi sikap dan pikiran negatif yang begitu besar sehingga seolah-olah pikiran kita sulit untuk diarahkan ke arah positif. Jadi, seringnya kita berfikiran negatif menyebabkan hidup kita menjadi tidak bahagia dan rumit.

Dr Ibrahim Elfiky dalam bukunya POSITIVE THINKING menuliskan bahwa fikiran kita 80% dikuasai oleh fikiran negatif dan sebaliknya fikiran positif hanya 20%. Jadi wajar sekali kalau kebanyakan manusia sering memikirkan sisi negatif dari segala hal yang menyangkut kehidupannya dibanding sisi positif. Sehingga bila seseorang melakukan pekerjaan untuk mendapatkan sesuatu yang diharapkan, pasti fikiran-fikiran negatif selalu muncul, seperti kalau gagal nanti gimana ? , kalau tidak sesuai nanti gimana ? kalau tidak bisa nanti gimana ? Semua fikiran negatif tadi akhirnya mengusai hati dan selanjutnya akan menjalar kepada kata-kata yang kita keluarkan. Jadi fikiran negatif itu dapat merusak segalanya dan kita menjadi orang yang pesimis dalam hidup.

Untuk itu kita perlu mengerahkan energi dalam diri kita untuk lebih mengeluarkan fikiran positif (positive thinking) yang ada dalam diri kita. Jadi kita harus mempunyai kekuatan berfikir positif (extra, karena hanya 20%) untuk (bisa) menutupi fikiran-fikiran negatif yang 80% tadi. Persoalannya sekarang, bagaimana kita bisa menjadi orang yang selalu mempunyai fikiran positif sepanjang waktu? Bagaimana kita dapat menghindari hal-hal negatif terjadi dalam hidup dan selalu menjadi pribadi yang positif.

Sikap dan mentalitas positif berkaitan erat dengan kesuksesan, kebahagiaan dan hasil positif. Dengan kata lain, jika kita percaya kita bisa mencapai sesuatu, dan kita mempertahankan sikap positif bahkan ketika ada cobaan menghadang, maka kita akan menjadi pemenang. Jika kita menyerah, maka tentu saja kita akan gagal. Pada dasarnya what the mind thinks is what the mind will attain and / or make happen. Jika saat itu kita berfikir akan gagal, maka kegagalan itu terjadi. Kesimpulan, fikiran kita akan membentuk hidup kita, meskipun itu sesuatu yang kita inginkan atau tidak. (lihat bagan di atas).

Itu sebabnya kita dilarang berprasangka negatif dalam ajaran Islam. Jika terlalu banyak fikiran-fikiran negatif yang muncul di awal kita melakukan suatu pekerjaan, nanti lama kelamaan malaikat yang bersama kita akan mencatat dan menjadikannya sebagai doa yang buruk bagi diri kita sendiri. Karena selalu berfikir negatif akhirnya Allah SWT pun mengabulkan hal negatif yang kita fikirkan tersebut. Dengan demikian, mengapa kita tidak berfikir positif saja dengan segalanya? OK?