Wednesday, January 13, 2010

Kasus Mutilasi BABE: Fenomena Anak Jalanan


Minggu lalu kita semua digemparkan oleh berita terbunuhnya seorang anak jalanan yang bernama Ardiansyah (9) dengan cara mutilasi oleh Baekuni alias Babe (49). Tubuh anak pengamen jalanan itu dipotong-potong menjadi 5 bagian dan dibuang di dua lokasi berbeda.

Polisi telah berhasil menangkap Babe di kediamannya Sabtu pekan lalu. Dari pemeriksaan polisi, Babe mengaku mensodomi korban setelah dibunuh, baru setelah itu dimutilasi. Selain Ardiansyah, dia juga melakukan hal yang sama terhadap dua anak jalanan lainnya yaitu Adi dan Arif. Pembunuhan pada dua anak tersebut dilakukan pada 2007 dan 2008 (Tempo interaktif, Selasa ,12 Januari 2010). Dan ternyata tidak hanya 3, bahkan berkembang menjadi 8 orang pada pengakuannya yang terakhir yang saya dengar beritanya di TV One Senin, 18 Januari 2010.





Teman saya Asep Haerul Gani menuliskan pada statusnya di FB bahwa saat Babe diwawancara oleh reporter TV swasta, mampu menguraikan dengan lengkap kisah hidupnya termasuk tindakannya melakukan sodomi, memotong tubuh korban, membungkusnya dan membuangnya. Ia juga menyampaikan permohonan maaf kepada keluarganya dan keluarga korban. Hal yang menarik Babe menyampaikannya dengan nada yang datar dan pandangan mata nanar nyaris tak berkedip. Hal ini sesuai dengan laporan Kepolisian menyatakan bahwa kondisi bahwa kejiwaan Babe sepanjang pemeriksaan baik dan normal (waras/tidak gila). Ia mampu memberikan keterangan dengan lancar. Kesemuanya bisa dilhat di rekaman youtube (dari TV) yang saya sertakan disini. Nah, tentunya sikap dan perilaku dingin yang ditunjukkan Babe menimbulkan kengerian yang sangat di hati masyarakat.

Siapakah Babe? Sampai saat ia tertangkap ia adalah seorang pria yang berprofesi sebagai pedagang rokok asongan. Selain itu ia adalah seorang koordinator pedagang asongan dan anak-anak pengamen jalanan (termasuk Ardiansyah) di kawasan Pulogadung, Jakarta Timur. Banyak anak-anak jalanan yang menjadi anak asuhnya. Mereka (secara bergantian) sering menginap di rumahnya. Ia berasal dari Desa Mranggen RT 16/VI Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Babe sendiri dulunya juga seorang anak jalanan dan pengamen yang yang tiba di Ibukota untuk mencari rezeki. Nah, sebagaimana anak jalanan lain yang sebagian besar terkena dampak tindak kekerasan dari senior atau preman-preman,baik itu kekerasan psikis dan kekerasan seksual, Babe juga mengalami hal yang sama. Dia disodomi pertama kalinya di Lapangan Banteng pada usia 12 tahun oleh seorang dewasa (senior/preman) lainnya.

Sebagaimana hal yang dikhawatirkan oleh Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA) Seto Mulyadi (Detik.com, 17/1/2010), kejahatan seksual pada bocah laki-laki yang disebut sodomi cenderung akan diulangi oleh korban yang mengalaminya. Semacam adanya ketagihan, mereka cenderung mengulangi perbuatannya pada banyak kasus yang ditemuinya pada anak jalanan seperti juga pada Babe. Ia mengaku seringkali menyodomi anak asuhnya yang sering tidur dirumahnya atau yang tinggal bersamanya, meski tidak semuanya ia bunuh atau mutilasi.

Saat dibekuk, polisi menemukan puluhan foto-foto anak-anak jalanan yang mayoritas bocah laki-laki dalam kotak rokok di rumahnya. Foto-foto berukuran 2 X 2,5 cm itu diduga merupakan hasil jepretan dari kamera handphone. Dan saat itu ada 3 anak asuh yang tinggal di kontrakan Babe di Gang H Dalim RT 06/02, Pulogadung, Jakarta Timur. Dodi (14), salah satu anak asuh Babe mengaku tidak pernah disodomi. Namun dia pernah disuruh mempermainkan alat kelamin Babe dan dicium pipi waktu tidur. Dia diancam akan ditampol jika tidak mau melakukan. Sedangkan Taufik mengaku pernah dicium bibirnya waktu tidur. Tapi dia tidak pernah disodomi. Sementara Jajang, dengan lugu mengaku tidak pernah disentuh Babe, karena jelek.

Tentunya kita semua heran mengapa mereka tetap bertahan dirumah Babe meski mendapat perlakuan yang tidak senonoh itu? Mereka, sebagaimana Babe dulu, adalah anak-anak jalanan yang masih belum dewasa (secara fisik dan psikis) yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang guna mempertahankan hidupnya yang terkadang mendapat tekanan fisik atau mental dari lingkungannya. Umumnya mereka berasal dari keluarga yang ekonominya lemah. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, dan hilangnya kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa dan membuatnya berperilaku negatif.

Nah sesuai sosok Babe yang pada mulanya dikenal baik serta tidak menunjukkan sifat yang menyimpang oleh lingkungan pedagang asongan pada umumnya dan komunitas anak-anak jalanan pada khususnya, menyebabkan mereka lengah. Mereka yang kebanyakan telah mengalami banyak ragam penganiayaan terhadap anak-anak, seperti tekanan batin, kekerasan fisik, hingga pelecehan seksual, baik oleh keluarga sendiri, teman, maupun orang lain, merasa bersama Babe mendapatkan tempat berlindung yang mereka butuhkan. Mereka mendapatkan sosok yang diidamkan sebagai bapak. Selain itu, dikampung halamannya Babe juga dikenal sebagai sosok laki-laki yang dikenal dekat dengan anak-anak. Mereka akhirnya mau saja saat diajak Babe tidur atau tinggal dirumahnya. Tak mengherankan jika, terungkapnya kasus pembunuhan dan mutilasi yang dilakukan oleh Baikuni (49) alias Babe membuat lingkungan sekitar (pedagang asongan/anak jalanan) serta keluarganya yang berada dikampung tidak percaya tega dia melakukan semua itu dengan begitu sadis.

Jadi, jika Babe dikatakan psikopat mungkin ada benarnya, karena ia mengaku senang melihat korbannya menderita saat ia melakukan aksinya. Ia melakukan dengan kesadaran penuh dan menikmatinya, demikian yang dikatakannya pada polisi (Senin malam, 11/1 Tempo Interaktif). Apakah itu sebagai bentuk balas dendam terhadap berbagai perlakuan dan kekerasan (fisik, psikologis, maupun seksual) yang pernah dialami pada masa lalu sebagaimana semua hal yang pernah dialami oleh seorang anak yang menjadi anak jalanan? Ya, semua kisah kekerasan yang tragis dan sadis dalam kehidupan anak jalanan sebagaimana yang dialami Babe dan anak-anak jalan lainnya yang terungkap ke publik hanyalah sebuah fenomena “gunung es” dari kasus-kasus kekerasan yang sebenarnya sering terjadi di dalam kehidupan anak-anak jalanan. Oleh karena itu, tidaklah terlalu berlebihan bila dikatakan bahwa anak jalanan senantiasa berada dalam situasi yang mengancam perkembangan fisik, mental dan sosial bahkan nyawa mereka. Di dalam situasi kekerasan yang dihadapi secara terus-menerus dalam perjalanan hidupnya, maka pelajaran itulah yang melekat dalam diri anak jalanan dan membentuk kepribadian mereka.

Ketika mereka dewasa, sebagaimana Babe, kemungkinan sebagian besar dari mereka akan menjadi salah satu pelaku kekerasan. Jika saat ini kasus Babe yang sedang disorot, maka jika kita tidak lupa, sebelum ini warga Jakarta pernah digegerkan oleh ulah seorang pria bernama Siswanto alias Ciswanto alias Robot Gedek (42) asal Pekalongan, Jawa Tengah untuk kasus pembunuhan mutilasi yang serupa. Terdakwa mati, Robot Gedek terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana pada 6 orang anak jalanan pada tahun 1994-1996. Robot Gedek meninggal dunia 26 Maret 2007 setelah mendekam 8 tahun di penjara Nusakambangan. Robot Gedek yang waktu kecilnya juga seorang anak jalanan yang disodomi oleh orang (dewasa) lainnya tidak pernah dihukum mati, karena keburu meninggal kena serangan jantung. Dan di beberapa kota lain ada juga kasus serupa terhadap anak-anak jalanan yang dilakukan oleh orang2 dewasa (yang dulunya juga anak-anak jalanan) yang kisah hidup waktu kecil mereka mirip Robot Gedek dan Babe. Jadi, sekali lagi semua kasus ini juga merupakan sebuah fenomena gunung es, karena selama ini lebih banyak yang tidak terungkap. Tanpa adanya upaya apapun, maka kita telah berperan serta menjadikan anak-anak sebagai korban tak berkesudahan. Dan ini akan terus berulang, untuk itu harus ada law enforcement dari pemerintah untuk mencegahnya (Seto Mulyadi, Detik.com, 17/1/2010).

No comments: